Dewan Tanggapi Mundurnya Sejumlah Rumah Sakit dari KJS
Menyusul mundurnya sejumlah rumah sakit di DKI Jakarta dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang digulirkan Pemprov DKI, Anggota Komis IX DPR Poempida Hidaytullah (F-PG) menilai, pelayanan di rumah sakit memang berbeda-beda standarnya. Ada rumah sakit yang menerapkan standar tinggi dengan biaya mahal, sehingga menolak program KJS.
“Jadi rumah sakit punya stadar masing-masing yang tidak bisa disamaratakan. Ada rumah sakit yang standarnya tinggi, biayanya mahal. Mereka ini yang menolak melayani KJS. Karena seolah-olah KJS itu ditekan harganya dan rumah sakit yang mau pun seolah-olah rumah sakit yang standarnya tidak diinginkan,” ungkap Poempida yang ditemui sebelum Sidang Paripurna DPR, Senin (20/5).
Selama ini, kata Poempida, belum ada standar minimum pelayanan kesehatan di Indonesia. Padahal, ini sudah diamanatkan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU ini memang belum ada PP-nya hingga sekarang. Anggaran KJS yang dialokasikan Pemprov DKI mungkin terlalu rendah, sehingga sulit bagi rumah sakit untuk bisa memberikan pelayanan maksimal. Kesejahteran tenaga kesehatan di rumah sakit juga harus dipikirkan.
Seperti diketahui ada 16 rumah sakit di Jakarta yang mundur dari program KJS karena nilai klaimnya terlalu rendah. Premi untuk KJS sebesar Rp 23 ribu per orang per bulan. Bukan pada nilai preminya, tapi sejumlah rumah sakit mundur, karena nilai klaim yang rendah.
Sementara itu, tahun depan tidak ada lagi program pelayanan KJS. Jamkesmas dan Jamkesda juga ditiadakan. Semuanya menyatu dalam universal health recovery, jelas Poempida. Jamkesmas dan Jamkesda yang biasanya ditujukan untuk masyarakat miskin, nanti malah berlaku untuk semua kalangan yang dikelola seperti asuransi sosial. (mh)/foto:iwan armanias/parle.